Mediasi Komisi II PT Hasta Dengan Pedagang Plaza Rapak Syukri Wahid : Mediasi Belum Temukan Titik Temu Harga Service Change
[et_pb_section fb_built=”1″ _builder_version=”3.26.5″][et_pb_row _builder_version=”3.26.5″][et_pb_column _builder_version=”3.26.5″ type=”4_4″][et_pb_text _builder_version=”3.26.5″]
lensabalikpapan.com /- Kamis (6/2/20), Komisi II DPRD Balikpapan lakukan mediasi dengan memanggil PT Hasta selaku pengelola Plaza Rapak dengan para pedagang.
Anggota komisi II Syukri Wahid memaparkan bahwa status aset Rapak Plaza adalah milik pemerintah kota yang di BOT kan kepada PT Hasta selaku pengelola Plaza Rapak.
Untuk itulah mengapa pemerintah kota harus terlibat, karena aset pemerintah selama 25 tahun dengan sistem BOT, dengan mengevaluasi kontribusi PT Hasta terhadap pemerintah kota hanya Rp 125 juta per tahun sesuai kesepakatan yang belum pernah direview ulang.
Adanya rencana menaikkan service charge oleh pihak manajemen memberatkan pedagang Rapak Plaza dan mereka mengeluhkan rencana ini, ujar Syukri.
“Kenaikan tersebut yakni sebesar Rp 60 ribu sampai 2021, yang disinyalir sejak 2003 sampai 2014 tak pernah dinaikkan selanjutnya 2014 ke atas dinaikkan, intinya pedagang merasa keberatan dan meminta negosiasi di angka Rp 50 ribu,” tuturnya.
Syukri Wahid mengatakan, komisi II juga menghadirkan BPKAD karena kaitannya dengan kontribusi sesuai perjanjian bahwa setiap dua tahun melakukan review kontribusi.
“Kalau sejak 2001 sampai saat ini belum ada kenaikan kontribusi, padahal NJOP berubah, ada inflasi berubah, Pemkot kok tidak menaikkan, sedangkan service charge dinaikkan. Saya tidak ingin menjadi siklus saling menekan,” kata Syukri.
Empat BOT yang rencananya dipanggil, namun menurutnya saat ini baru Muara Rapak yang dipanggil lantaran paling tercepat menjelang akhir. BOT yang sudah mau selesai antara lain rapak plaza di 2028.
“Yang penting dasar BOT tersebut ada terikat dalam perjanjian. Tugas kami di DPRD adalah mengawasi perjanjian tersebut. Yaitu dalam perjanjian di sebutkan kontribusi PT Hasta pada pemerintah kota sebesar Rp 125 juta per tahun, yang dievaluasi tiap 2 tahun,” terangnya.
Dalam hal ini yang menjadi pertanyaan DPRD adalah evaluasi yang dilakukan oleh BPKAD. Inilah yang ingin diketahui oleh DPRD, sejak kapan dilakukan evaluasi dan bukti dari evaluasi.
“Karena dalam klausul perjanjiannya pihak pertama melakukan evaluasi, yaitu kepala daerah, terhadap PT Hasta. Sekarang kalau Rp 125 juta per tahun, dibagi 12 maka hanya menghasilkan Rp 10 juta,” sebut Syukri.
Padahal luasan tanah mencapai 1,5 hektare. Dalam hal ini sangat wajar apabila pemerintah kota menaikkan kontribusi dari BOT tersebut lantaran mereka pun sebagai pengelola menaikkan service charge kepada pedagang. Maka, menurut Syukri harus ada indeksnya.
“Makanya saya tanya dasar pengukuran Rp 125 juta itu apa. NJOP? Sekarang setiap tiga tahun NJOP berubah. Kenapa 18 tahun kontribusinya tidak berubah. Ini yang akan kita evaluasi,” jelasnya.
Sejauh mana evaluasi oleh pihak pemerintah kota. Juga dasar kontribusi tersebut. “Oleh karena itu kami akan memanggil BPKAD dan bidang ekonomi,” katanya.
Sementara para pedagang sendiri sebenarnya bersedia dinaikkan, namun yang menjadi pertimbangan yakni karena ada 45 pedagang yang sudah tutup, situasi ekonomi yang sedang lesu, ini yang harusnya menjadi bahan pertimbangan dari pengelola. Artinya dengan menaikkan dampaknya pada mereka seperti apa.
Hari ini mediasi belum ada hasilnya, karena pedagang tetap mau Rp 50 ribu, PT Hasta mau Rp 53 ribu,” tandasnya.
(Thina)
Editor : lensabalikpapan
[/et_pb_text][/et_pb_column][/et_pb_row][/et_pb_section]
4.5